Peneliti memecahkan pertanyaan sulit berapa banyak air yang ada di lautan?. Menariknya, hasil yang didapat dari data saltelit itu tak beda jauh dengan perkiraan 1888.
Samudera lautan masih menjadi tempat yang paling mengundang misteri di Bumi ini. Maka, sekelompok ilmuwan baru-baru ini mencoba mengukur seberapa persis dalamnya samudera dan seberapa banyak air laut yang ditampung.
Matthew Charette, ilmuwan di Department of Marine Chemistry and Geochemistry, WHOI AS yang ambil bagian dalam penelitian untuk mengaudit semua air di planet ini.
Menurut laman LiveScience.com, tim peneliti menggunakan pengukuran dari satelit untuk mendapat perkiraan yang lebih tepat. Hasilnya, untuk sementara ini, samudera lautan diyakini memiliki kedalaman rata-rata hingga 12.080,7 kaki atau 3.682,2 meter dan menampung air laut sebanyak 0,3 miliar kubik mili atau 1,332 miliar kubik kilometer.
Angka terbaru yang didapat lebih sedikit dari perkiraan-perkiraan sebelumnya. “Bila ingin tahu volume air laut di planet ini, cobalah cari di laman Google dan kita bisa-bisa mendapat lima data yang berbeda, sebagian besar merupakan hasil perkiraan 30 atau 40 tahun yang lalu,” kata Charette,
Kini Charette dan wakil penyelidik Walter HF Smith, seorang ahli geofisika dari National Environmental Satellite, Data and Information Service of the National Oceanic and Atmospheric Administration AS hadir dengan gambaran terbaru akan volume laut dengan menggunakan pengukuran satelit.
Kegiatan mereka sebagian didanai oleh EarthWater Institute yang kemudian diterbitkan di edisi terbaru jurnal Oceanography.
Para peneliti melaporkan volume total laut di dunia lebih sedikit, dari estimasi terbaru dengan volume yang setara dengan 5 kali Teluk Meksiko atau 500 kali dari Great Lake. Meskipun tampak banyak, ini hanya sekitar 3% lebih rendah dibandingkan estimasi pada 30 tahun lalu.
Apa yang mungkin tampak menarik, kata Charette, adalah bagaimana akurasi peneliti pada masa lalu menggunakan teknik kasar untuk mengukur kedalaman laut.
Pada 1888, John Murray mengukur volume dengan tali yang dijatuhkan dari kapal untuk mengalkulasi volume laut, yang hebatnya hanya 1,2% lebih tinggi dari apa yang dilaporkan Charette dan Smith saat ini.
Rendahnya volume air laut dibandingkan dari hasil pengukuran-pengukuran sebelumnya bukan disebabkan karena menyusutnya air laut di samudera, namun lebih karena pengukuran terkini mampu mendeteksi rangkaian gunung di bawah laut dan formasi lain yang membentuk cekungan-cekungan di dasar samudera.
Penginderaan lewat satelit menunjukkan bahwa dasar samudera ternyata, “Punya gelombang yang lebih besar dan punya banyak gunung dari yang diduga,” kata Walter Smith, peneliti dari Badan Kelautan dan Atmosfir AS (NOAA).
Satelit juga bisa mendata berbagai bentuk dasar samudera yang ada di muka Bumi, terkecuali di sejumlah wilayah di perairan Kutub Utara yang diselimuti salju. Maka, menurut Smith, satelit tidak saja membantu mengukur kedalaman samudera dan volume air laut, namun juga bisa menghasilkan peta dunia baru.
Masalahnya, pengukuran lewat satelit juga punya kelemahan. “Ada masalah pada resolusi ruang, seperti kamera yang tidak fokus,” kata Smith. “Kami mengukur permukaan laut yang dipengaruhi oleh pegunungan. Namun, kita hanya melihat gunung-gunung yang besar dan itupun tidak fokus. Resolusinya 15 kali lebih rendah dari peta Mars dan bulan,” lanjut Smith kepada LiveScience.com.
Konsekuensinya, peneliti harus membutuhkan pengukuran dari kapal untuk menyempurnakan pantauan dari satelit. Sejauh ini, sonar dari kapal maupun dengan instrumen lain hanya mampu mendata 10 persen dari seluruh dasar laut.
Masalahnya, menurut Smith, pengukuran dari kapal membutuhkan waktu yang lama. Bila hanya memakai satu kapal maka bisa memakan waktu 200 tahun untuk mendata semua bentuk dasar laut yang ada di muka bumi. Maka, bila memakai 10 kapal akan memakan waktu sekitar 20 tahun. Demikian perkiraan dari Angkatan Laut AS.
Hasil studi pengukuran samudera yang turut didanai EarthWater Institute itu akan dijelaskan secara rinci dalam jurnal “Oceanography” edisi Juni