Selamat Ulang Tahun Bandung: 200 Tahun Bandung

Sebelum adanya jalur Pos Anyer – Panarukan, pusat kota Bandung terletak di tepi Sungai Citarum, sekarang sekitar Dayeuh Kolot. Pada saat pembuatan jalur pos ini, Deandels memerintahkan agar jarak setiap pos yang dilalui jalur tersebut maksimal 60 km, dengan catatan terdapat 4 sub-pos. Pada tiap pos/sub-pos tersebut biasanya dilakukan pergantian kuda penarik kereta pos.Tetapi pada saat pembuatan jalur melalui daerah Bandung, posisi pusat kota dan jalur pos melenceng sekitar 11 km, maka dari itu Deandels memerintahkan bupati Bandung saat itu, RA Wiranatakusumah II atau yang lebih dikenal dengan Dalem Kaum, untuk memindahkan pusat kota ke dekat jalur yang akan dibuat.

Nah, pak Bupati pun langsung mencari daerah yang cocok untuk pusat kota baru tersebut. Hal ini sulit dilaksanakan, pertama karena pada jaman baheula kota Bandung masih merupakan rawa-rawa (bekas danau purba Situ Hyang), kedua untuk mencari daerah baru itu harus berpedoman kepada sebuah primbon tata letak, semacam feng sui-lah.

Tempat yang dijadikan Pusat kota baru tersebut adalah kampung Cikalintu, dilembah sungai Cikapundung, sekarang daerah tersebut dinamakan Cipaganti (pengganti tempat lama). Tempat pertama pak Bupati mendirikan rumah beliau sekarang menjadi Mesjid Cipaganti.

Akan tetapi setelah melapor ke Deandels, ternyata Deandels tidak setuju pada daerah tersebut. Kemudian dicari lagi, ketemu dengan daerah yang namanya Kampung Pangumbahan, masih di lembah Cikapundung. Kenapa dinamakan kampung Pangumbahan, karena dulu tempat itu terkenal dengan tukang cuci-nya yang mencuci di sungai Cikapundung. Sekarang tempat itu berubah nama menjadi Kebon Kawung. Ternyata tempat itu juga tidak sesuai dengan keinginan Deandels. Pak Bupati, pun mencari tempat yang lain lagi, dan sampailah ke tempat yang sekarang menjadi Alun-alun Bandung. (menurut FengSui-nya tatar Pasundan daerah tsb memenuhi syarat sebagai tempat yang dinamakan Galudra Ngoeploek. Tanggal 25 September 1810 diresmikanlah kota baru Bandung di situ. Sedangkan pusat yang lama terkenal dengan nama Dayeuh Kolot (Dayeuh : Kota, Kolot : Tua).

Pada perkembangannya, ditahun 1896 sebagian dari Bandung dan Cimahi dijadikan pusat Militer Belanda di pulau Jawa, maka jangan heran kalau jalan-jalan ke Bandung dan Cimahi akan mendapatkan banyak bangunan militer peninggalan Belanda.

Pada tahun 1 April 1906, Bandung memperoleh status sebagai GEMEENTE (kota praja). Nah mulai tanggal inilah kota Bandung menjadi primadona di Nusantara. Pada saat itu ada sebuah perkumpulan yang namanya Bandong Vooruit. Perkumpulan inilah yang gencar menata Bandung sehingga Bandung mendapat julukan Parisj Van Java. Hasil jerih payah perkumpulan ini masih banyak tersebar di kota Bandung dan sekitarnya. Misalnya sebagian Jubileum Park (Tamansari) sekarang Bonbin, dulu taman ini memanjang dari jalan Siliwangi sampai Unisba sekarang. Ijzerman Park (Taman Ganeca), Insulide Park (Taman Nusantara/Taman Lalu Lintas sekarang), Oranje Plein (Taman Pramuka), Malooks Park (Taman Maluku), Tjitaroem Plein (Taman Citarum, sekarang mesjid Istiqomah), Taman Cibeunying Utara dan Selatan (sekarang jadi tempat penjualan tanaman hias). Di luar kota Bandung terdapat Dago Pakar, Maribaya dan kawan-kawannya.

Tahun 1920, merupakan masa keemasan Bandung, pertumbuhan ekonomi sangat pesat meskipun tidak semua orang menikmatinya (terutama pribumi). Sampai tahun 1940-an sebelum Jepang masuk ke Indonesia, jaman di Bandung terkenal dengan `jaman normal’ ada yang menyebutnya dengan jaman `tai kotok dilebuan‘ (tai ayam ditaburi abu). Pada tahun 1920 wilayah kota Bandung meliputi lapangan terbang Andir di sebelah Barat, Pabrik Kina di sebelah Utara, Oranje Plein di sebelah Timur, dan Lapangan Tegallega di Selatan.

Tanggal 1 April diperingati sebagai hari jadi Kodya Bandung, karena pada tanggal tsb tahun 1906 Bandung memperoleh status sebagai Gemeente (kotapraja/kotamadya).
Pada awal tahun 1997 diadakan sebuah seminar yang keputusannya mengganti peringatan hari jadi Kodya Bandung menjadi tanggal 25 September. Tanggal 25 September 1810 merupakan tanggal kepindahan pusat pemerintahan kabupaten Bandung dari Dayeuh Kolot ke Alun-alun Bandung Sekarang.
Wilujeng Tepang Taun, Bandung !

KENALI SISI LAIN BANDUNG MELALUI CERITA-CERITA YANG DITAMPILKAN BUKU 200 IKON BANDUNG
Terdapat seratus cerita di buku pertama ”200 Ikon Bandung: Ieu Bandung, Lur!” Sebuah kumpulan cerita yang dikisahkan dengan ringkas dan memikat, tentang orang-orang Bandung, interaksi antara warga dan kotanya, dan sudut-sudut kota yang mungkin belum Anda kenal.

Buku ini tidak menceritakan hal-hal yang biasa Anda lihat dan dengar. Misalnya, tentang Kedai Kopi Purnama yang sudah berusia 100 tahun dan dilarang tutup oleh pelanggannya, peran seorang bandit dalam berdirinya Pasar Baru, empat jenazah yang sampai saat ini masih terbaring di halaman Gedung Sate, lorong bawah tanah yang menyeberang Jalan Pajajaran di Pabrik Kina, serta masih banyak lagi cerita menarik lainnya.

Ini adalah sebuah buku yang akan membawa Anda menyusuri Bandung tempo doeloe dan masa kini. Buku ini akan membuat Anda lebih mencintai Bandung.
Ieu Bandung, Lur!