Dulu, Indra Tamang adalah seorang remaja anak petani miskin di Nepal. Di desa tempat dia tinggal, layanan air bersih dan listrik tidak pernah dikenal warga. Namun, ketekunan dan loyalitasnya yang tinggi kepada majikan, membuat Indra kini beroleh rezeki besar sehingga menjadi orang kaya baru di Amerika.
Di masa kecilnya, Indra susah payah belajar menulis dan tidur beralaskan jerami di gubuk orang tuanya. Tak tahan terus hidup melarat, Indra memberanikan diri mengadu nasib ke Ibukota Katmandu dan diterima menjadi pramusaji di restoran sebuah hotel.
Di sini nasib baik menghampirinya. Dia bertemu dengan Charles Henri Ford, seorang miliuner Amerika Serikat, yang lalu merekrut Indra sebagai pembantu merangkap asisten pribadinya.
Hampir 40 tahun kemudian, nasib baik kembali menghampirinya. Kali ini dengan skala yang jauh lebih besar. Dia mendapat warisan dari Ruth Ford, seorang janda tua yang tak lain adalah adik majikannya. Harta yang diwarisinya bukan main-main: dua unit apartemen di sebuah kawasan bergengsi di New York bernilai US$4,5 juta (sekitar Rp40 miliar), koleksi seni asal Rusia seharga US$1 juta (Rp9 miliar lebih), dan banyak lainnya.
Selama 36 tahun, kakak beradik Ford rupanya sangat menyayangi Indra, yang kini berusia 57 tahun. Ruth memanggilnya dengan nama khusus “Indra Darling.” Lebih gila lagi, sesaat sebelum wafat pada Agustus tahun lalu di usia 98 tahun, Ruth tidak meninggalkan harta apa pun bagi putri kandung semata wayangnya (hubungan mereka dikenal tidak harmonis), maupun untuk dua cucunya. Seluruh warisan Ruth diperuntukkan bagi Indra.
Rezeki dari langit itu lah yang membuat wartawan Associated Press, Verena Dobnik, menelusuri latar belakang Indra. Dia penasaran, bagaimana bisa seorang anak miskin yang hanya bisa bicara dalam bahasa Nepal, mampu berkelana ke mancanegara dan kini menjadi miliarder baru Amerika?
Pembantu utama
Dari penelusurannya, Dobnik pun berkisah. Charles Henri Ford adalah seorang penulis kelahiran Mississippi sekaligus fotografer dan aktivis kaum homoseks yang terkenal pada dekade 1960an.
Terkesan dengan Indra saat melayaninya di restoran di Katmandu itu, Charles kemudian memboyong dan mempekerjakan Indra pada 1973 di rumahnya di Katmandu. Awalnya, Indra diberi tugas membeli barang-barang kebutuhan pokok, memasak, dan mengantar surat.
Belakangan, Charles mengajari Indra cara menggunakan kamera. Sejak itu tugasnya bertambah menjadi asisten juru foto buat Charles. Saking sayangnya kepada Indra, Charles lalu mengangkatnya sebagai anak angkat.
Akhirnya, Indra dibawa serta melanglang buana ke banyak tempat. Pada suatu ketika, Charles, Indra, dan seorang teman berkelana. Mengendarai minibus Volkswagen mereka bepergian dari Istambul, Turki; menuju Katmandu, melalui Iran, Afganistan, Pakistan, dan India.
Di Paris, Indra belajar bahasa Prancis atas tanggungan Charles. Saat liburan, mereka berdua bertetirah di rumah Charles yang lain di Pulau Kreta, Yunani. Di sana, Indra belajar bahasa Yunani dengan para nelayan setempat.
Di New York, mereka tinggal di sebuah apartemen di Gedung Dakota, di dekat dengan Central Park. Di situlah Indra diperkenalkan dengan adik Charles. Dia adalah Ruth Ford, mantan aktris, model, penulis, dan janda aktor Hollywood, Zachary Scott.
Seperti Charles, Ruth pun langsung menyukai Indra. Mereka lalu mengajak Indra menghadiri pesta-pesta kaum jet set. Tugasnya di acara-acara itu adalah memfoto Charles dan Ruth dengan teman-teman mereka, yang rata-rata adalah pesohor seperti Andy Warhol, John Lennon, dan Patti Smith.
Foto-foto jepretan Indra diabadikan dalam buku-buku fotografi karya Charles dan dipamerkan di sejumlah galeri di Manhattan.
Lama kelamaan perhatian Indra mulai beralih dari Charles ke Ruth, yang sering sakit-sakitan. Belakangan, Ruth menderita kebutaan dan gangguan pendengaran. Ironisnya, Charles justru lebih dulu meninggal pada 2002.
Di tahun-tahun terakhir hidup Ruth, Indra selalu siaga di apartemen Ruth. Padahal, dia sudah punya tempat tinggal sendiri di distrik Queens, New York, yang ia huni bersama istri dan anak-anaknya. Indra berkali-kali merelakan masa liburan bersama keluarganya hanya untuk membantu Ruth.
Sebagai pembantu utama, Indra harus mengurusi semua tagihan rutin atas nama Ruth, mengatur jadwal pertemuan, mengorganisir surat-surat, dan mengawasi rumah Ruth. Tugas-tugas itu tetap dilakoninya meski Ruth sudah punya perempuan pembantu.
Tipe sosialita
Putri Ruth, Shelley Scott, sudah lama menyadari bahwa ibunya lebih dekat dengan Indra ketimbang dirinya. Menurut pengacaranya, Arnie Herz, Shelly mengaku sejak kecil dia tak pernah menjalin hubungan dekat dengan ibunya. Hubungan mereka sebatas karena Shelley memang berstatus anak Ruth. Sejak belia, Shelley sudah dikirim ibunya ke asrama putri di sebuah sekolah elit.
“Ibunya itu tipe sosialita, bergaul dengan orang-orang kaya dan terkenal. Saya punya kesan Shelley tidak pernah dirawat langsung ibunya, sebagaimana layaknya orang tua lain kepada anak-anak mereka,” kata Herz.
Kini, masih menurut Herz, Shelley sudah merasa bahagia bisa hidup apa adanya tanpa harus terganggu dengan keputusan ibunya yang mewariskan seluruh hartanya kepada Indra.
Indra sendiri sudah merasa Charles dan Ruth lebih dari sekadar majikan.
“Hubungan dengan mereka sudah menjadi persahabatan,” kata Indra. “Saya pun merasa tidak hanya menjadi pelayan. Ikatan kami lebih dalam dari itu.”
Itulah sebabnya ketika Charles dan Ruth wafat, Indra menggelar upacara kematian khusus bagi mereka berdua menurut prosesi agama Buddha yang dia anut.
Kendati sudah menjadi orang berada, Indra mengaku tak pernah melupakan kampung halamannya. Dia selalu teringat sebuah prinsip hidup orang Nepal, “Bila kita bekerja jujur dan mendapat kepercayaan dari orang lain, maka nasib baik akan menghampiri kita.” (Associated Press, kd)