Tanganyika , sebuah daerah di Afrika Timur yang terletak diantara lautan Hindia dan danau-danau besar Afrika,yang pada tahun 1964 bergabung dengan Zanzibar menjadi Republik Tanzania.
Pada sekitar tahun 1962 didaerah ini terjadi sesuatu yang dinamakan mass psychogenic illness (MPI). Tepatnya di desa dekat Kashasha pantai Barat Danau Victoria berbatasan dengan negara Kenya.
Pada tanggal 30 Januari 1962,tiga pelajar putri yang sedang belajar di ruang kelas di desa Kashasha mulai tertawa hingga mengeluarkan airmata. Tindakan yang diambil waktu itu adalah mengisolasi ketiga pelajar putri tersebut, tetapi itu tidak membawa hasil, karena setidaknya tawa ketiga pelajar tersebut mempengaruhi 95 pelajar lainnya dari 159 jumlah murid di sekolah tersebut dalam hitungan minggu....
Mula-mula pelajar yang tertawa diisolasi tetapi setelah menyebar, memaksa pihak sekolah untuk menutup sekolah pada 18 Maret 1962.
Pihak sekolah kemudian membuka lagi sekolah pada 21 Mei 1962 tetapi akibatnya 57 murid terjangkit pula wabah tertawa ini. Serangan ini hanya dalam hitungan menit, dan terulang hingga beberapa jam berikutnya telah terjadi empat kali serangan. Dan mengakibatkan pelajar yang terjangkit wabah ini dalam kondisi seperti itu hingga 16 hari lamanya..
Yang mengherankan adalah para guru yang terdiri dari dua orang Eropa dan tiga warga kulit hitam sama sekali tidak terjangkit wabah tertawa ini ( mungkin gurunya killer ya...?atau gajinya kurang..? wakakakaka).
Sedangkan yang kebanyakan terjangkit adalah pelajar putri dan anak usia sekolah saja.
Sebagai langkah pencegahan murid-murid yang diduga sebagai penyebab wabah ini dipulangkan kerumah mereka masing-masing. Yang celakanya setelah 10 hari penutupan sekolah wabah tertawa ini menyerang kembali di desa Nshamba yang berdekatan dengan desa pelajar-pelajar Kashasha, yang diserang kebanyakan adalah anak usia sekolah dan para perempuan. Tercatat setidaknya 217 warga dari 10.000 warga yang telah terjangkit.
Wabah tertawa ini lebih lanjut merebak di sekolah menengah putri Ramasheyne di pinggiran Bukoba yang letaknya dekat dengan rumah siswa Kashasha lainnya. Untuk mengantisipasi serangan serupa sekolah ini ditutup pada pertengahan Juni setelah 48 dari 154 siswa menderita serangan wabah tertawa yang sama.
Serangan terakhir mungkin terjadi di desa Kanyangereka, 20 mil dari Bukoba, dengan salah satu gadis Ramasheyne tampaknya yang menjadi sumber wabah.
Pada bulan Juni 1964, infeksi ini menyebar dengan cepat memaksa pihak berwenang melakukan penutupan 14 sekolah dan telah mempengaruhi sekitar 1.000 warga suku yang berbatasan dengan Danau Victoria di Tanganyika dan juga Uganda. Karantina terhadap desa yang terinfeksi mungkin menjadi satu-satunya metode yang sukses menghambat epidemi ini terus berlanjut sebelum akhirnya mereda.
Para ilmuwan mencoba mencari penjelasan dengan mencari gas beracun atau virus dalam darah penderita yang mungkin menyebabkan epidemi tawa ini tapi tidak menemukan suatu apa pun yang bisa memberikan penjelasan.
Epidemi tawa ini menyebar di sepanjang garis keluarga, suku dan juga dengan siapa saja yang berdekatan baik antara korban dan saksi, semakin sering kontak antara korban dan saksi akan semakin cepat pula saksi terinfeksi.